Kunjungi Iklan

Friday, April 12, 2013

Pernikahan dan talak dalam Islam


*      Menikah bagi orang yang bersyahwat namun tidak khawatir akan berbuat zina hukumnya sunat, bagi yang tidak mempunyai syahwat hukumnya mubah, dan bagi yang takut dirinya berbuat zina hukumnya wajib. Menikah lebih didahulukan daripada pelaksanaan ibadah haji wajib. Melihat perempuan hukumnya haram, begitu juga melihat dengan syahwat perempuan tua atau laki-laki yang belum tumbuh jenggot. Syarat-syarat dalam pernikahan: 1) Ada kejelasan akan kedua calon mempelai. Perkawinan tidak sah apabila si wali berkata: “Aku menikahkanmu dengan salah satu anak perempuanku”, sedangkan ia mempunyai lebih dari satu anak perempuan. 2) Ridha dari pihak suami yang sudah baligh dan dewasa, serta ridha dari istri yang merdeka dan berakal. 3) Adanya wali. Seorang perempuan tidak boleh menikahkan dirinya sendiri dan selain walinya tidak boleh menikahkannya kecuali jika ada halangan untuk menikahkannya. Yang paling berhak menikahkan anak perempuan adalah bapaknya, kemudian kakeknya dan seterusnya ke atas, kemudian anaknya, kemudian cucunya dan seterusnya ke bawah, kemudian saudara kandung laki-laki, kemudian saudara kandung laki-laki seayah, anak laki-laki dari saudara kandung laki-laki dst. 4) Adanya saksi yaitu dua orang laki-laki, baligh, berakal dan adil. 5) Kedua mempelai tidak mempunyai larangan yang melarang mereka untuk menikah, seperti: hubungan saudara sesusu, atau hubungan nasab (keturuanan) atau hubungan perkawinan.
*      Wanita yang haram untuk dinikahi ada dua: 1) Haram dinikahi untuk selamanya, ada tiga macam: a) Karena hubungan nasab (keturunan). Mereka adalah ibu, nenek, dan seterusnya ke atas, anak perempuan, cucu dan seterusnya ke bawah, saudara perempuan secara muthlak, anak perempuan dari saudara perempuan, anak perempuan dari anak laki-laki saudara perempuan, atau anak perempuan dari anak perempuan saudara perempuan, anak perempuan dari dari saudara laki-laki secara muthlak, anak perempuan dari dari anak perempuan saudara laki-laki dan anak perempuan dari anak laki-laki saudara laki-laki, anak-anak perempuan dari mereka dan seterusnya ke bawah, bibi (dari ayah atau ibu) dan seterusnya ke atas. b) Karena hubungan persusuan. Pengharamannya seperti pengharaman dalam nasab hingga dalam hubungan perkawinan. c) Karena hubungan perkawinan. Mereka adalah ibu dari istri (mertua) dan nenek dari istri, para istri dari nasab utama (bapak, kakek) dan seterusnya ke atas, anak-anak perempuan dari istri dan seterusnya ke bawah. 2) Haram dinikahi dalam batas waktu tertentu, ada dua: a) Karena perpaduan dalam perkawinan, seperti memadukan antara dua perempuan bersaudara atau seorang perempuan dengan bibinya dalam satu ikatan akad nikah. b) Adanya halangan yang mana halangan tersebut dapat hilang, seperti istri orang lain.
*      Orang Tua Tidak boleh memaksa  anak lelakinya untuk menikahi seseorang yang tidak diinginkannya. Dalam hal ini tidak wajib bagi si anak mentaati mereka, dan ia tidak menjadi durhaka karenanya.
*      Talak (Perceraian): Menceraikan istri dalam keadaan haidh, nifas, atau dalam keadaan suci setelah digauli hukumnya haram, namun demikian talak tetap sah. Menceraikan istri tanpa sebab hukumnya makhruh. Tapi kalau ada sebab maka hukumnya halal, dan apabila pernikahannya itu membahayakan atau merugikan maka hukumnya sunat. Dalam masalah talak, tidak wajib mentaati kedua orang tua. Siapa saja yang ingin menceraikan istrinya, diharamkan baginya menjatuhkan talak lebih dari satu. Ketika jatuh talak istri harus dalam keadaan suci dan belum digauli, lalu menceraikannya dengan talak satu, dan membiarkannya tanpa menambah talaknya lagi sampai selesai masa iddahnya. Bagi perempuan yang diceraikan suaminya dengan talak raj’I, tidak boleh keluar dari rumahnya, atau suaminya mengeluarkannya sebelum sempurna masa iddahnya. Talak dinyatakan sah jika diucapkan, adapun kalau hanya sekedar niat saja, maka belum jatuh.