Kunjungi Iklan

Monday, December 23, 2013

Aspek Kebijakan Perbankan Indonesia



BEBERAPA ASPEK KEBIJAKAN PERBANKAN INDONESIA
A.      ARSITEKTUR PERBANKAN INDONESIA
Awal Januari 2004, pers Bank Indonesia secara resmi mengumumkan implementasi Arsitektur Perbankan Indonesia (API) yang diprakarsai oleh Bank for International Settlemenst (BIS), dan salah satu progam API yaitu adanya syarat modal minimum bagi bank umum sebesar Rp 100 miliar paling lambat pada tahun 2011.
Visi API yaitu menciptakan system perbankan yang sehat, kuat dan efisiensi untuk menciptakan kestabilan system keuangan dalam rangka membantu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Upaya yang dilakukan bank yang belum bisa mencapai kredit minimum sebesar Rp 100 miliar:
1.       Adanya penambahan modal baru baik dari shareholder lama bank maupun investor baru.
2.       Dilakukan penggabungan usaha (merger).
3.       Adanya secondary offering di pasar modal (go public), bank akan mampu meningkatkan permodalan.
4.       Penertiban pinjaman subordinasi dapat diakui sebagai komponen dalam perhitungan modal bank.
Peraturan BI No. 5/8/PBI/2003 tentang risk management mengatur beberpa hal yaitu:
1.       Kewajiban pengawasan aktif dari manajemen bank termasuk Dewan Komisaris
2.       Ketersediaan kebijakan, prosedur, serta penetapan limit risiko
3.       Kecukupan pengukuran dari risiko-risiko yang dihadapi bank, system informasi serta pengendalian eksposur risiko.
4.       Keandalan system pengendalian internal yang komprehensif.
New York Stock Exchange pada akhir tahun 2003 menyempurnakan pedoman GCG (good corporate govermance) yang berlaku pada seluruh perusahaan go public. Progam yang dilakukan dalam implementasi API yang dimulai tahun 2004 adalah meningkatkan GCG dengan menetapkan standar minimum GCG dan mendorong bank-bank untuk go public. Aktifitas BI yang dilakukan melalui 3 pilar yaitu peningkatan fungsi pengawas dan pemeriksa bank yang selama ini masih kewenangan BI. Salah satu sasaran dari implementasi API adalah pilar keenam yaitu program peningkatan perlindungan nasabah.
B.      ENAM PILAR API
Sasaran pencapaian visi API , yaitu:
1.       Menciptakan struktur perbankan domestic yang sehat, mampu memenuhi kebutuhan masyarakat dan mendorong pembangunan ekonomi nasional yang berkesinambungan.
2.       Menciptakan system pengaturan dan pengawasan bank yang efektif dan mengacu pada standart international.
3.       Menciptakan industry perbankan yang kuat dan memiliki daya saing yang tinggi dan memiliki ketahanan dalam menghadapi risiko.
4.       Menciptakan good corporate governance dalam rangka memperkuat kondisi intern perbankan nasional.
5.       Mewujudkan infrastruktur yang lengkap untuk mendukung terciptanya industry perbankan yg sehat.
6.       Mewujudkan pemberdayaan dan perlindungan konsumen jasa perbankan.
C.      TANGTANGAN KE DEPAN
1.       Kapasitas pertumbuhan kredit yang masih rendah
2.       Struktur perbankan yang belum optimal ditandai oleh terpusatnya struktur perbankan yang hanya pada 11 bank besar.
3.       Pemenukan kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan perbankan yang dinilai oleh masyarakat masih kurang.
4.       Pengawasan bank yang masih perlu ditingkatkan yang sejalan dengan usaha BI untuk menerapkan 25 basel core principles for effective banking supervision.
5.       Kapabilitas perbankan yang masih lemah ditandai dengan kurangnya good governance dan core banking skill.
6.       Profitabilitas dan efisiensi operasional bank yang tidak sustainable yang disebabkan lemahnya struktur asset produktif bank-bank.
7.       Perlindungan nasabah yang masih ahrus ditingkatkan.
8.       Perkembangan teknologi informasi menyebabkan makin pesatnya perkembangan jenis dan kompleksitas produk dan jasa bank sehingga menyebabkan munculnya risiko-risiko yang lebih besar dan bervariasi.
D.      PROGRAM KEGIATAN API
1.       Program penguatan struktur perbankan nasional yang bertujuan untuk memperkuat permodalan bank umum guna meningkatkan kemampuan bank mengelola usaha dan risiko.
2.       Struktur perbankan Indonesia sesuai visi A pasar sekunder (secondary market)
3.       Program peningkatan kualitas pengaturan perbankan yang bertujuan untuk meningkatkan efektifitas pengaturan serta memenuhi standar peraturan yang mengacu pada Interntional best practice.
4.       Program peningkatan fungsi pengawasan bertujuan untuk meningkatkan independensi dan efektifitas pengawasan perbankan yang dilaksanakan oleh BI.
5.       Program peningkatan kualitas manajemen dan operasional perbankan bertujuan untuk meningkatkan GCG, kualitas manajemen risiko dan kemampuan operasional manajemen.
6.       Program pengembangan infrastruktur perbankan yang memiliki tujuan mengembangkan sarana pendukung operasional yang efektif.
7.       Program peningkatan perlindungan nasabah.
E.       TAHAP-TAHAP IMPLEMENTASI API
1.       Program penguatan struktur perbankan nasional dengan kegiatan memperkuat permodalan bank, memperkuat daya saing BPR dan meningkatkan akses kredit.
2.       Program peningkatan kualitas pengaturan perbankan, kegitatannya memformalkan proses sindikasi dalam memuat kebijakan perbankan dan implementasi secara bertahap 25 basel corel principles for effective banking supervision.
3.       Program peningkatan fungsi pengawasan, kegiatannya meningkatkan koordinasi antarlembaga pengawas, melakukan konsolidasi sector perbankan BI, meningkatkan kompetensi pemeriksaan bank, pengembangan system pengawasan berbasis risiko dan meningkatkan efektifitas enforcement.
4.       Program peningkatan kualitas manajemen dan operasional perbankan, kegiatannya meningkatkan GCG, meningkatkan kualitas manajemen risiko perbankan, meningkatkan kemampuan operasional bank.
5.       Program pengembangan infrastruktur perbankan, kegiatannya mengembangkan credit bureau dan mengoptimalkan penggunaan credit rating agencies.
6.       Program peningkatan perlindungan nasabah, kegiatannya menyusun standar mekanisme pengaduan nasabah, membentuk lembaga mediasi independen, menyusun transparansi informasi produk dan mempromosikan edukasi untuk konsumen.
F.       MEMBANGUN ARSITEKTUR SISTEM KEUANGAN INDONESIA (AKSI)
AKSI merupakan arah strategis pegembangan system keuangan Indonesia yang dilakukan secara bertahap. Visi AKSI adalah system keuangan Indonesia yang berfungsi secara efisien, aman, sehat, stabil, memiliki ketahanan kuat yang berperan optimal dalam meningkatkan kemakmuran masyarakat Indonesia.
G.     PENGAWASAN BANK
BI melakukan pengawasan dengan berbagai tingkatan yaitu mulai dari pengawasan normall, pengawasan intensif yaitu bank yang dinilai memiliki potensi membahayakan kelangsungan usahanya, pengawasan khusus apabilan bank memiliki masalah solvabilitas yaitu ratio CAR dibawah 8% dan permasalahan liquiditas yaitu memiliki ratio GWM < 5% dengan tren menurun relative cepat, pengawasan penyerahan Bank kepada BPPN dengan status Bank Dalam Penyehatan / Bank Beku Kegiatan Usaha, proses pencabutan Izin Usaha, pembubaran badan hokum dan liquidasi sesuai ketentuan yang berlaku.
Apabila bank ditetapkan dalam status Bank Dalam Pengawasan khusus, maka bagi nasabah penyimpan dana, tidak ada koonsekuensi apapun, dana nasabah tetap digunakan untuk aktifitas biasa.
H.      PROSEDUR BANK DALAM PENGAWASAN INTENSIF DAN DALAM PEGAWASAN KHUSUS
Basel II tentang permodalan bank memiliki berbagai kompleksitas dan pra kondisi yang cukup berat bagi perbankan. Tapi manfaat yang diperoleh bank untuk masa mendatang berupa hematnya modal dalam menutup risiko yang diambil. Basel II juga sebagai standar yang diakui secara internasional. Tujuan Basel II adalah menngkatkan keamanan dan kesehatan system keuangan, dengan menitikberatkan pada penghitungan permodalan yang berbasis risiko, supervisory process, dan market discipline.
Implemantasi basel dapat dibagi dalam 2 kelompok besar yaitu pendekatan standar berlaku untuk seluruh bank dan model yang dikembangkan secara internal sesuai karakteristik kegiatan usaha dan profil risiko individual bank.

Agar Basel II dapat diterapkan dengan baik harus memnuhi syarat yaitu:
1.       Penerapan manajemen risiko di bank sebagaimana telah diatur dalam PBI No.5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang penerapan manajemen risiko bagi bank umum.
2.       Penyesuaian standar akuntansi yang mengacu kepada standar akuntasi internasional (IAS) antara lain IAS 32 dan IAS 39.
3.       Penerpan perhitungan permodalan secara konsolidasi dengan perusahaan tertentu dalam sector keuangan kecuali asuransi.
4.       Pengakuan perusahaan pemeringkat oleh BI untuk dapat melakukan rating terhadap debitur bank.
Implementasi basel-ii di negara lain sangat beragam, kesiapan dan kebijakan masing-masing Negara dalam mengimplementasikan basel Ii akan sangat unik. Kondisi, struktur dan kompleksitas kegiatan usaha perbankan serta kualitas pengawasan bank menjadi factor yang turut berperan dalam penetapan kebijakan terebut.
I.        PERMODALAN BANK
1.       Ratio kecukupan modal (CAR) bertujuan untuk memastikan bahwa bank dapat menyerap kerugian yang timbul dari aktifitas yang dilakukan.
2.       Definisi dari Regulary Capital menetapkan criteria yang diperbolehkan untuk dikelompokkan sebagai komponen modal, sehingga menjamin kesesuaian criteria antarnegara yang telah menggunakan   Basel I.
3.       Ratio modal Minimum dibentuk dari 2 komponen Definisi dari regulatory capital dan bobot risiko dari asset.
4.       Bobot risiko pengawas yaitu presentase yang digunakan untuk mengubah jumlah nominal dan eksposur kredit menjadi jumlah eksposur yang berisiko.
J.        EVOLUSI BASEL-II
Basel Capital Accord merupakan dasar dari rezim perhitungan kecukupan modal yang sensitive pada risiko yang memberikan satu-satunya opsi dalam perhitungan kecukupan modal untuk bank-bank yang aktif secara internasional.
Pilar 1 Definisi Moda menetapkan persyaratan modal minimum yang terkait dengan risiko kredit, pasar dan operasional.
Pilar 1 Risiko kredit perhitungan risiko kredit untuk memenuhi ketentuan permodalan dengan menggunakan salah satu dari dua cara yaitu berdasar Standardized Approach (SA) dan Internal Rating-Based Approach (IRB).
Risiko kredit – standardized approach, bank mengalokasikan satu bobot risiko untuk setiap asset dan pos pos off balalce sheet yang menghasilkan jumlah Keseluruhan Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR)       ATMR= Jumlah eksposur x Bobot Risiko
Risiko kredit – IRB Approach, terdapat dua pendekatanyang mengacu pada standar pengungkapan dan metodologi yang ketat serta persetujuan pengawas yaitu: Foundation IRB dan Advanced IRB.
                Komponen pembobotan Risiko:
1.        probability of Default yaitu kecenderungan bahwa suatu debitur akan default terhadap kewajibannya.
2.       Loss given default (LGD) adalah presentasi kegiatan yang diperkirakan oleh pemberi kredit jika suatu debitur default.
3.       Exposure at Default (EAD) adalah perkiraan nilai eksposusr dari debitur tertentu pada saat terjadi default.
4.       Maturity (M) adalah jangka waktu efektif dari eksposur bank.
Pilar 1 Mitigasi Risiko Kredit, risiko kredit dari pemberi pinjaman dimitigasi jika debitur memberikan agunan atau pihak ketiga menjamin kewajiban debitur, ketika bank membeli proteksi kredit.
Sekuritasi asset yaitu tehnik yang digunakan bank untuk memisahkan risiko dan mendapat liquiditas asset.
Pilar 1 Risiko Pasar, persyaratan permodalan bank untuk risiko pasar ada 2 metode yaitu Standarilized Approach dan internal Mode Approach.
Pilar 1 Risiko Operasional sebagai risiko yang lebih baik langsung maupun tindak langsung berasal dari ketidakmampuan atau kegagalan potensial.
Perhitungan kebutuhan modal:
Total Bank Capital
Risk Weighted assets for credit risk + 12,5 x capital change for operasional risk and market risk >=8%
Pilar 2 dan 3: pengawasan dan pengungkapan, pilar menekankan pada proses review dalam rangka pengawasan yang bertujuan untuk memastikan bahwa bank memelihara tingkat permodalan yang sepadan dengan profil risiko mereka. Pilar 3 mempersyaratkan bank untuk mengungkapkan informasi yang mencukupi untuk memfasilitasi pelaku pasar memahami risiko-risiko yang dihadapi bank yang memungkinkan penerapan disiplin pasar.
K.      PEMAHAMAN TAMBAHAN TENTANG BIS
BIS adalah organisasi internasional yang mendorong kerja sama moneter dan keuangan secara internasional dan melakukan tugas sebagai bank bagi bank sentral yang bertugas sebagai:
1.       Forum untuk mendorong diskusi dan analisa kebijakan antar bank sendtral dan komunitas keuangan internasional.
2.       Pusat penelitian untuk ekonomi dan moneter.
3.       Rekan kerja utama bagi bank sentral dalam transaksi keuangan.
4.       Agen atau wakil dalam hubungannya dengan kegiatan keuangan internasional.
L.       LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN (LPS)
LPS yaitu lembaga pemerintah yang berfungsi sebagai:
1.       Penjamin simpanan nasabah penyimban dan
2.       Tutut aktif dalam memelihara stabilitas system perbankan sesuai dengan kewenangannya.
LPS memiliki tugas:
1.       Merumuskan dan menetapkan kebijakan pelaksanaan penjaminan simpanan
2.       Melaksanakan penjaminan simpanan dengan
a.       Merumuskan dan menetapkan kebijakan dalam rangka turut aktif memelihara stabilitas system perbankan;
b.      Menurumuskan, menetapkan dan melaksanakan kebijakan penyelesaian Bank gagal yang tidak berdampak sistemik; dan
c.       Melaksanakan penanganan Bank Gagal yang berdampak sistemik.
LPS dalam menyelesaikan dan menangani Bank Gagal memiliki wewenang, yaitu:
1.       Mengambil alih dan emnajlankan segala hak dan wewenang pemegang saham termasuk hak dan wewenang RUPS;
2.       Menguasai dan mengelola asset dan kewajiban Bank gagal yang diselamatkan;
3.       Meninjau ulang, membatalkan, mengakhiri dan/atau mengubah setiap kontrak yang mengikat bank gagal yang diselamatkan dengan pihak ketiga yang merugikan bank;
4.       Menjual dan/atau mengalihkan asset bank tanpa persetujuan debitur dan/atau kewajiban bank tanpa persetujuan kreditur.
M.    TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
Pencucian uang adalah perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, emnymbangkan, menutipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya merupakan hasil tindak pidana yang bertujuan menyembunyikan asal-usul harta. Transaksi keuangan mencurigakan adalah transaksi keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik atau kebiasaan pada transaksi nasabah yang bersangkutan, yang patut diduga untuk tujuan menghindari pelaporan transaksi, dan transaksi keuangan yang dilakukan dengan menggunakan harta hasil tindak pidana.
Ada beberapa hasil tindak pidana pencucian yaitu korupsi, penyuapan, penyelundupan barang,penyelundupan tenaga kerja, penyelundupan imigran, dibudang perbankan, dibidang asuransi, narkotika dan spikotropika, perdagangan manusia, perdagangan senjata gelap, penculikan, terorisme, pencurian, penggelapan, penipuan, pemalsuan uang, perjudian, prostitusi, di bidang perpajakan, dibidang kehutanan, di bidang lingkungan hidup, di bidang kelautan.
Kewajiban melapor oleh Penyedia Jasa Keuangan (PJK)
1.       PJK wajib menyampaikan laporan tentang PPATK, mengenai transaksi keuangan mencurigakan, transaksi keuangn sebesar Rp 500 juta atau lebih.
2.       Pelaporan transaksi keuangan mencurigakan dilakukan paling lambat 3 hari dengan unsure STR.
3.       Penyampaian laporan tunai paling lambat 14 hari sejak tanggal transaksi.
4.       Kewajiban laporan oleh PJK yang berbentuk bank kecuali dari ketentuan rahasia bank.