BEBERAPA ASPEK KEBIJAKAN PERBANKAN
INDONESIA
A. ARSITEKTUR
PERBANKAN INDONESIA
Awal
Januari 2004, pers Bank Indonesia secara resmi mengumumkan implementasi Arsitektur
Perbankan Indonesia (API) yang diprakarsai oleh Bank for International
Settlemenst (BIS), dan salah satu progam API yaitu adanya syarat modal minimum
bagi bank umum sebesar Rp 100 miliar paling lambat pada tahun 2011.
Visi API
yaitu menciptakan system perbankan yang sehat, kuat dan efisiensi untuk
menciptakan kestabilan system keuangan dalam rangka membantu mendorong
pertumbuhan ekonomi nasional.
Upaya yang
dilakukan bank yang belum bisa mencapai kredit minimum sebesar Rp 100 miliar:
1.
Adanya penambahan modal baru baik dari
shareholder lama bank maupun investor baru.
2.
Dilakukan penggabungan usaha (merger).
3.
Adanya secondary offering di pasar modal (go
public), bank akan mampu meningkatkan permodalan.
4.
Penertiban pinjaman subordinasi dapat diakui
sebagai komponen dalam perhitungan modal bank.
Peraturan
BI No. 5/8/PBI/2003 tentang risk management mengatur beberpa hal yaitu:
1.
Kewajiban pengawasan aktif dari manajemen bank
termasuk Dewan Komisaris
2.
Ketersediaan kebijakan, prosedur, serta
penetapan limit risiko
3.
Kecukupan pengukuran dari risiko-risiko yang
dihadapi bank, system informasi serta pengendalian eksposur risiko.
4.
Keandalan system pengendalian internal yang
komprehensif.
New York
Stock Exchange pada akhir tahun 2003 menyempurnakan pedoman GCG (good corporate
govermance) yang berlaku pada seluruh perusahaan go public. Progam yang
dilakukan dalam implementasi API yang dimulai tahun 2004 adalah meningkatkan
GCG dengan menetapkan standar minimum GCG dan mendorong bank-bank untuk go
public. Aktifitas BI yang dilakukan melalui 3 pilar yaitu peningkatan fungsi
pengawas dan pemeriksa bank yang selama ini masih kewenangan BI. Salah satu
sasaran dari implementasi API adalah pilar keenam yaitu program peningkatan
perlindungan nasabah.
B. ENAM PILAR
API
Sasaran
pencapaian visi API , yaitu:
1.
Menciptakan struktur perbankan domestic yang
sehat, mampu memenuhi kebutuhan masyarakat dan mendorong pembangunan ekonomi
nasional yang berkesinambungan.
2.
Menciptakan system pengaturan dan pengawasan
bank yang efektif dan mengacu pada standart international.
3.
Menciptakan industry perbankan yang kuat dan
memiliki daya saing yang tinggi dan memiliki ketahanan dalam menghadapi risiko.
4.
Menciptakan good corporate governance dalam
rangka memperkuat kondisi intern perbankan nasional.
5.
Mewujudkan infrastruktur yang lengkap untuk
mendukung terciptanya industry perbankan yg sehat.
6.
Mewujudkan pemberdayaan dan perlindungan
konsumen jasa perbankan.
C. TANGTANGAN
KE DEPAN
1.
Kapasitas pertumbuhan kredit yang masih rendah
2.
Struktur perbankan yang belum optimal ditandai
oleh terpusatnya struktur perbankan yang hanya pada 11 bank besar.
3.
Pemenukan kebutuhan masyarakat terhadap
pelayanan perbankan yang dinilai oleh masyarakat masih kurang.
4.
Pengawasan bank yang masih perlu ditingkatkan
yang sejalan dengan usaha BI untuk menerapkan 25 basel core principles for
effective banking supervision.
5.
Kapabilitas perbankan yang masih lemah
ditandai dengan kurangnya good governance dan core banking skill.
6.
Profitabilitas dan efisiensi operasional bank
yang tidak sustainable yang disebabkan lemahnya struktur asset produktif
bank-bank.
7.
Perlindungan nasabah yang masih ahrus
ditingkatkan.
8.
Perkembangan teknologi informasi menyebabkan
makin pesatnya perkembangan jenis dan kompleksitas produk dan jasa bank
sehingga menyebabkan munculnya risiko-risiko yang lebih besar dan bervariasi.
D. PROGRAM
KEGIATAN API
1.
Program penguatan struktur perbankan nasional
yang bertujuan untuk memperkuat permodalan bank umum guna meningkatkan
kemampuan bank mengelola usaha dan risiko.
2.
Struktur perbankan Indonesia sesuai visi A
pasar sekunder (secondary market)
3.
Program peningkatan kualitas pengaturan
perbankan yang bertujuan untuk meningkatkan efektifitas pengaturan serta
memenuhi standar peraturan yang mengacu pada Interntional best practice.
4.
Program peningkatan fungsi pengawasan
bertujuan untuk meningkatkan independensi dan efektifitas pengawasan perbankan
yang dilaksanakan oleh BI.
5.
Program peningkatan kualitas manajemen dan
operasional perbankan bertujuan untuk meningkatkan GCG, kualitas manajemen
risiko dan kemampuan operasional manajemen.
6.
Program pengembangan infrastruktur perbankan
yang memiliki tujuan mengembangkan sarana pendukung operasional yang efektif.
7.
Program peningkatan perlindungan nasabah.
E. TAHAP-TAHAP
IMPLEMENTASI API
1.
Program penguatan struktur perbankan nasional
dengan kegiatan memperkuat permodalan bank, memperkuat daya saing BPR dan
meningkatkan akses kredit.
2.
Program peningkatan kualitas pengaturan
perbankan, kegitatannya memformalkan proses sindikasi dalam memuat kebijakan
perbankan dan implementasi secara bertahap 25 basel corel principles for
effective banking supervision.
3.
Program peningkatan fungsi pengawasan,
kegiatannya meningkatkan koordinasi antarlembaga pengawas, melakukan
konsolidasi sector perbankan BI, meningkatkan kompetensi pemeriksaan bank,
pengembangan system pengawasan berbasis risiko dan meningkatkan efektifitas
enforcement.
4.
Program peningkatan kualitas manajemen dan
operasional perbankan, kegiatannya meningkatkan GCG, meningkatkan kualitas
manajemen risiko perbankan, meningkatkan kemampuan operasional bank.
5.
Program pengembangan infrastruktur perbankan,
kegiatannya mengembangkan credit bureau dan mengoptimalkan penggunaan credit
rating agencies.
6.
Program peningkatan perlindungan nasabah,
kegiatannya menyusun standar mekanisme pengaduan nasabah, membentuk lembaga
mediasi independen, menyusun transparansi informasi produk dan mempromosikan
edukasi untuk konsumen.
F. MEMBANGUN
ARSITEKTUR SISTEM KEUANGAN INDONESIA (AKSI)
AKSI
merupakan arah strategis pegembangan system keuangan Indonesia yang dilakukan
secara bertahap. Visi AKSI adalah system keuangan Indonesia yang berfungsi
secara efisien, aman, sehat, stabil, memiliki ketahanan kuat yang berperan
optimal dalam meningkatkan kemakmuran masyarakat Indonesia.
G. PENGAWASAN
BANK
BI
melakukan pengawasan dengan berbagai tingkatan yaitu mulai dari pengawasan
normall, pengawasan intensif yaitu bank yang dinilai memiliki potensi
membahayakan kelangsungan usahanya, pengawasan khusus apabilan bank memiliki
masalah solvabilitas yaitu ratio CAR dibawah 8% dan permasalahan liquiditas
yaitu memiliki ratio GWM < 5% dengan tren menurun relative cepat, pengawasan
penyerahan Bank kepada BPPN dengan status Bank Dalam Penyehatan / Bank Beku
Kegiatan Usaha, proses pencabutan Izin Usaha, pembubaran badan hokum dan
liquidasi sesuai ketentuan yang berlaku.
Apabila
bank ditetapkan dalam status Bank Dalam Pengawasan khusus, maka bagi nasabah
penyimpan dana, tidak ada koonsekuensi apapun, dana nasabah tetap digunakan
untuk aktifitas biasa.
H. PROSEDUR
BANK DALAM PENGAWASAN INTENSIF DAN DALAM PEGAWASAN KHUSUS
Basel II
tentang permodalan bank memiliki berbagai kompleksitas dan pra kondisi yang
cukup berat bagi perbankan. Tapi manfaat yang diperoleh bank untuk masa
mendatang berupa hematnya modal dalam menutup risiko yang diambil. Basel II
juga sebagai standar yang diakui secara internasional. Tujuan Basel II adalah
menngkatkan keamanan dan kesehatan system keuangan, dengan menitikberatkan pada
penghitungan permodalan yang berbasis risiko, supervisory process, dan market
discipline.
Implemantasi
basel dapat dibagi dalam 2 kelompok besar yaitu pendekatan standar berlaku
untuk seluruh bank dan model yang dikembangkan secara internal sesuai
karakteristik kegiatan usaha dan profil risiko individual bank.
Agar Basel
II dapat diterapkan dengan baik harus memnuhi syarat yaitu:
1.
Penerapan manajemen risiko di bank sebagaimana
telah diatur dalam PBI No.5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang penerapan
manajemen risiko bagi bank umum.
2.
Penyesuaian standar akuntansi yang mengacu
kepada standar akuntasi internasional (IAS) antara lain IAS 32 dan IAS 39.
3.
Penerpan perhitungan permodalan secara
konsolidasi dengan perusahaan tertentu dalam sector keuangan kecuali asuransi.
4.
Pengakuan perusahaan pemeringkat oleh BI untuk
dapat melakukan rating terhadap debitur bank.
Implementasi
basel-ii di negara lain sangat beragam, kesiapan dan kebijakan masing-masing
Negara dalam mengimplementasikan basel Ii akan sangat unik. Kondisi, struktur
dan kompleksitas kegiatan usaha perbankan serta kualitas pengawasan bank
menjadi factor yang turut berperan dalam penetapan kebijakan terebut.
I.
PERMODALAN BANK
1.
Ratio kecukupan modal (CAR) bertujuan untuk
memastikan bahwa bank dapat menyerap kerugian yang timbul dari aktifitas yang
dilakukan.
2.
Definisi dari Regulary Capital menetapkan
criteria yang diperbolehkan untuk dikelompokkan sebagai komponen modal,
sehingga menjamin kesesuaian criteria antarnegara yang telah menggunakan Basel I.
3.
Ratio modal Minimum dibentuk dari 2 komponen
Definisi dari regulatory capital dan bobot risiko dari asset.
4.
Bobot risiko pengawas yaitu presentase yang
digunakan untuk mengubah jumlah nominal dan eksposur kredit menjadi jumlah
eksposur yang berisiko.
J.
EVOLUSI BASEL-II
Basel
Capital Accord merupakan dasar dari rezim perhitungan kecukupan modal yang
sensitive pada risiko yang memberikan satu-satunya opsi dalam perhitungan
kecukupan modal untuk bank-bank yang aktif secara internasional.
Pilar 1
Definisi Moda menetapkan persyaratan modal minimum yang terkait dengan risiko
kredit, pasar dan operasional.
Pilar 1
Risiko kredit perhitungan risiko kredit untuk memenuhi ketentuan permodalan
dengan menggunakan salah satu dari dua cara yaitu berdasar Standardized
Approach (SA) dan Internal Rating-Based Approach (IRB).
Risiko
kredit – standardized approach, bank mengalokasikan satu bobot risiko untuk
setiap asset dan pos pos off balalce sheet yang menghasilkan jumlah Keseluruhan
Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR)
ATMR= Jumlah eksposur x Bobot Risiko
Risiko
kredit – IRB Approach, terdapat dua pendekatanyang mengacu pada standar
pengungkapan dan metodologi yang ketat serta persetujuan pengawas yaitu:
Foundation IRB dan Advanced IRB.
Komponen pembobotan Risiko:
1.
probability of Default yaitu kecenderungan
bahwa suatu debitur akan default terhadap kewajibannya.
2.
Loss given default (LGD) adalah presentasi
kegiatan yang diperkirakan oleh pemberi kredit jika suatu debitur default.
3.
Exposure at Default (EAD) adalah perkiraan
nilai eksposusr dari debitur tertentu pada saat terjadi default.
4.
Maturity (M) adalah jangka waktu efektif dari
eksposur bank.
Pilar 1
Mitigasi Risiko Kredit, risiko kredit dari pemberi pinjaman dimitigasi jika
debitur memberikan agunan atau pihak ketiga menjamin kewajiban debitur, ketika
bank membeli proteksi kredit.
Sekuritasi
asset yaitu tehnik yang digunakan bank untuk memisahkan risiko dan mendapat
liquiditas asset.
Pilar 1
Risiko Pasar, persyaratan permodalan bank untuk risiko pasar ada 2 metode yaitu
Standarilized Approach dan internal Mode Approach.
Pilar 1
Risiko Operasional sebagai risiko yang lebih baik langsung maupun tindak
langsung berasal dari ketidakmampuan atau kegagalan potensial.
Perhitungan
kebutuhan modal:
Total Bank Capital
Risk
Weighted assets for credit risk + 12,5 x capital change for operasional risk
and market risk >=8%
Pilar 2
dan 3: pengawasan dan pengungkapan, pilar menekankan pada proses review dalam
rangka pengawasan yang bertujuan untuk memastikan bahwa bank memelihara tingkat
permodalan yang sepadan dengan profil risiko mereka. Pilar 3 mempersyaratkan
bank untuk mengungkapkan informasi yang mencukupi untuk memfasilitasi pelaku
pasar memahami risiko-risiko yang dihadapi bank yang memungkinkan penerapan
disiplin pasar.
K. PEMAHAMAN
TAMBAHAN TENTANG BIS
BIS adalah
organisasi internasional yang mendorong kerja sama moneter dan keuangan secara
internasional dan melakukan tugas sebagai bank bagi bank sentral yang bertugas
sebagai:
1.
Forum untuk mendorong diskusi dan analisa
kebijakan antar bank sendtral dan komunitas keuangan internasional.
2.
Pusat penelitian untuk ekonomi dan moneter.
3.
Rekan kerja utama bagi bank sentral dalam
transaksi keuangan.
4.
Agen atau wakil dalam hubungannya dengan
kegiatan keuangan internasional.
L. LEMBAGA
PENJAMIN SIMPANAN (LPS)
LPS yaitu
lembaga pemerintah yang berfungsi sebagai:
1.
Penjamin simpanan nasabah penyimban dan
2.
Tutut aktif dalam memelihara stabilitas system
perbankan sesuai dengan kewenangannya.
LPS
memiliki tugas:
1.
Merumuskan dan menetapkan kebijakan
pelaksanaan penjaminan simpanan
2.
Melaksanakan penjaminan simpanan dengan
a.
Merumuskan dan menetapkan kebijakan dalam
rangka turut aktif memelihara stabilitas system perbankan;
b.
Menurumuskan, menetapkan dan melaksanakan
kebijakan penyelesaian Bank gagal yang tidak berdampak sistemik; dan
c.
Melaksanakan penanganan Bank Gagal yang
berdampak sistemik.
LPS dalam
menyelesaikan dan menangani Bank Gagal memiliki wewenang, yaitu:
1.
Mengambil alih dan emnajlankan segala hak dan
wewenang pemegang saham termasuk hak dan wewenang RUPS;
2.
Menguasai dan mengelola asset dan kewajiban
Bank gagal yang diselamatkan;
3.
Meninjau ulang, membatalkan, mengakhiri
dan/atau mengubah setiap kontrak yang mengikat bank gagal yang diselamatkan
dengan pihak ketiga yang merugikan bank;
4.
Menjual dan/atau mengalihkan asset bank tanpa
persetujuan debitur dan/atau kewajiban bank tanpa persetujuan kreditur.
M. TINDAK
PIDANA PENCUCIAN UANG
Pencucian
uang adalah perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan,
menghibahkan, emnymbangkan, menutipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan atau
perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya merupakan hasil tindak
pidana yang bertujuan menyembunyikan asal-usul harta. Transaksi keuangan
mencurigakan adalah transaksi keuangan yang menyimpang dari profil,
karakteristik atau kebiasaan pada transaksi nasabah yang bersangkutan, yang
patut diduga untuk tujuan menghindari pelaporan transaksi, dan transaksi
keuangan yang dilakukan dengan menggunakan harta hasil tindak pidana.
Ada
beberapa hasil tindak pidana pencucian yaitu korupsi, penyuapan, penyelundupan
barang,penyelundupan tenaga kerja, penyelundupan imigran, dibudang perbankan,
dibidang asuransi, narkotika dan spikotropika, perdagangan manusia, perdagangan
senjata gelap, penculikan, terorisme, pencurian, penggelapan, penipuan,
pemalsuan uang, perjudian, prostitusi, di bidang perpajakan, dibidang
kehutanan, di bidang lingkungan hidup, di bidang kelautan.
Kewajiban
melapor oleh Penyedia Jasa Keuangan (PJK)
1.
PJK wajib menyampaikan laporan tentang PPATK,
mengenai transaksi keuangan mencurigakan, transaksi keuangn sebesar Rp 500 juta
atau lebih.
2.
Pelaporan transaksi keuangan mencurigakan
dilakukan paling lambat 3 hari dengan unsure STR.
3.
Penyampaian laporan tunai paling lambat 14
hari sejak tanggal transaksi.
4.
Kewajiban laporan oleh PJK yang berbentuk bank
kecuali dari ketentuan rahasia bank.